OUTSIDETHEARC – Belakangan ini, beredar informasi yang menyebutkan bahwa Miftah Maulana Habiburrahman, yang lebih dikenal dengan Gus Miftah, bukanlah keturunan ulama dan tidak layak menyandang gelar “gus”. Informasi ini menyebutkan bahwa Gus Miftah hanyalah mantan marbot masjid dan berasal dari Lampung. Namun, PBNU melalui Ketua Bidang Keagamaan, KH Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur), telah memberikan penjelasan yang tegas mengenai hal ini.
Menurut Gus Fahrur, Gus Miftah adalah keturunan ulama besar Syaikh Hasan Besari dari Ponorogo, Jawa Timur. Syaikh Hasan Besari dikenal sebagai pendiri Pesantren Tegalsari, salah satu pesantren tertua dan terkemuka di Indonesia. Gus Fahrur juga menegaskan bahwa Gus Miftah layak menyandang gelar “gus” karena keturunannya dari ulama besar tersebut dan karena ia sendiri mengelola sebuah pesantren di Yogyakarta.
Gus Fahrur menjelaskan bahwa silsilah keturunan Gus Miftah dapat dibuktikan dengan jelas. Ia adalah keturunan ke-9 dari Kiai Ageng Hasan Besari, yang merupakan salah satu ulama terkemuka di Ponorogo. Selain itu, Gus Miftah juga aktif dalam pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) saat kuliah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama.
Penjelasan dari PBNU ini diharapkan dapat mengklarifikasi keraguan publik mengenai keturunan dan gelar Gus Miftah. Meskipun ada pihak yang masih meragukan klaim tersebut, PBNU telah memberikan bukti yang cukup untuk menegaskan bahwa Gus Miftah memang keturunan ulama besar dan layak menyandang gelar “gus”.
Penjelasan PBNU Terkait Gelar Gus Miftah
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui Ketua Bidang Keagamaan, KH Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur), memberikan penjelasan terkait gelar “gus” yang disandang oleh Miftah Maulana Habiburrahman, atau yang lebih dikenal dengan Gus Miftah. Gelar “gus” biasanya diberikan kepada keturunan ulama atau kiai yang memiliki garis keturunan dari ulama besar.
Menurut Gus Fahrur, Gus Miftah adalah keturunan ulama besar Syaikh Hasan Besari dari Ponorogo, Jawa Timur. Syaikh Hasan Besari adalah pendiri Pesantren Tegalsari, salah satu pesantren tertua dan terkemuka di Indonesia. Oleh karena itu, Gus Miftah layak menyandang gelar “gus” karena keturunannya dari ulama besar tersebut dan karena ia sendiri mengelola sebuah pesantren di Yogyakarta.
Gus Fahrur juga menjelaskan bahwa silsilah keturunan Gus Miftah dapat dibuktikan dengan jelas. Ia adalah keturunan ke-9 dari Kiai Ageng Hasan Besari, yang merupakan salah satu ulama terkemuka di Ponorogo. Selain itu, Gus Miftah juga aktif dalam pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) saat kuliah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama.
Penjelasan dari PBNU ini diharapkan dapat mengklarifikasi keraguan publik mengenai keturunan dan gelar Gus Miftah. Meskipun ada pihak yang masih meragukan klaim tersebut, PBNU telah memberikan bukti yang cukup untuk menegaskan bahwa Gus Miftah memang keturunan ulama besar dan layak menyandang gelar “gus”.
Penjelasan PBNU Mengenai Asal Usul Gus Miftah
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memberikan penjelasan mengenai asal usul gelar “gus” yang disandang oleh Miftah Maulana Habiburrahman, atau yang lebih dikenal dengan Gus Miftah. Gelar “gus” biasanya diberikan kepada keturunan ulama atau kiai yang memiliki garis keturunan dari ulama besar.
Menurut Ketua Bidang Keagamaan PBNU, KH Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur), Gus Miftah adalah keturunan ulama besar Syaikh Hasan Besari dari Ponorogo, Jawa Timur. Syaikh Hasan Besari adalah pendiri Pesantren Tegalsari, salah satu pesantren tertua dan terkemuka di Indonesia. Oleh karena itu, Gus Miftah layak menyandang gelar “gus” karena keturunannya dari ulama besar tersebut dan karena ia sendiri mengelola sebuah pesantren di Yogyakarta.
Gus Fahrur juga menjelaskan bahwa silsilah keturunan Gus Miftah dapat dibuktikan dengan jelas. Ia adalah keturunan ke-9 dari Kiai Ageng Hasan Besari, yang merupakan salah satu ulama terkemuka di Ponorogo. Selain itu, Gus Miftah juga aktif dalam pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) saat kuliah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama.