NCAA Resmi Izinkan Pembayaran Atlet Kampus

NCAA Resmi Izinkan Pembayaran Atlet Kampus

outsidethearc.com – Dunia olahraga perguruan tinggi di Amerika Serikat resmi memasuki babak baru. Per 1 Juli, kebijakan bersejarah hasil dari penyelesaian kasus House v. NCAA mulai berlaku. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, perguruan tinggi diperbolehkan memberikan kompensasi langsung kepada atlet atas performa mereka. Ini adalah langkah revolusioner yang menandai dimulainya era pay-for-play secara sah di lingkungan NCAA.

NCAA telah mencabut sejumlah aturan lama yang selama ini melarang pembayaran langsung kepada atlet. Kini, sekolah-sekolah yang tergabung dalam penyelesaian hukum tersebut berhak membagi sebagian pendapatan mereka langsung kepada para atlet. Angka maksimal yang diperbolehkan berkisar di $20 juta per tahun per institusi, dan jumlah ini mencakup seluruh atlet lintas cabang olahraga, bukan hanya dari cabang unggulan seperti sepak bola atau basket.

Bagaimana Sistem Pembayaran Ini Akan Dijalankan?

Setiap sekolah kini dapat mengalokasikan dana sendiri untuk dibagikan kepada para atlet. Sistem ini bersifat fleksibel namun tetap berada dalam pengawasan ketat dari College Sports Commission (CSC), lembaga baru yang dibentuk khusus untuk mengatur dan mengawasi sistem kompensasi ini. CSC menggantikan peran regulasi NCAA dalam urusan pembayaran langsung dan kini bertugas memastikan tidak ada manipulasi atau pelanggaran terhadap batas gaji.

Diperkirakan sekitar 70% dari total dana yang tersedia—sekitar $15 juta—akan dialokasikan ke program sepak bola di sekolah-sekolah dalam konferensi besar seperti Big Ten dan SEC. Namun, sekolah juga punya wewenang untuk menentukan pembagian dana sesuai prioritas masing-masing. Kentucky dan UConn, misalnya, bisa mengalokasikan dana lebih besar untuk program basket pria mereka. Sementara itu, sekolah-sekolah non-sepak bola di konferensi seperti Big East bisa mengambil keuntungan dengan mengalihkan dana ke cabang olahraga lain.

Bagaimana dengan Atlet Perempuan dan Isu Kesetaraan?

Isu Title IX, yang menjamin kesetaraan gender dalam pendidikan dan aktivitas kampus termasuk olahraga, tetap menjadi perhatian dalam model baru ini. Walaupun belum ada kejelasan resmi soal bagaimana model revenue sharing akan memenuhi prinsip tersebut, banyak pihak mendesak agar dana juga dialokasikan secara adil untuk olahraga perempuan. Setidaknya, sebagian dari anggaran wajib mendukung program atlet perempuan agar tidak tercipta kesenjangan yang mencolok.

Perlu dicatat, meskipun atlet menerima pembayaran, status mereka tidak berubah menjadi pegawai kampus. Mereka tetap dianggap sebagai kontraktor independen, dan pembayaran akan diberikan lewat skema yang menyerupai kontrak kerja jangka pendek.

Peran NIL dan Sistem Pengawasan Baru

Meski kini atlet bisa menerima gaji langsung, mereka masih tetap diperbolehkan menandatangani kontrak NIL (Name, Image, Likeness) dengan perusahaan atau pihak luar. Namun, semua kontrak wajib melalui sistem clearinghouse bernama NIL Go yang dibangun bekerja sama dengan Deloitte. Sistem ini akan memastikan bahwa setiap kontrak memiliki nilai pasar yang wajar dan tujuan bisnis yang sah.

Melalui sistem ini, Deloitte menyatakan bahwa sekitar 90% kontrak dengan perusahaan publik kemungkinan akan disetujui, sementara lebih dari 70% kontrak yang melibatkan kolektif pendukung (boosters) mungkin akan ditolak. Tujuannya jelas: mencegah penggunaan kontrak palsu atau tidak wajar untuk menghindari batasan gaji yang diberlakukan.

Siapa yang Berhak dan Siapa yang Tidak?

Setiap sekolah anggota NCAA dapat mengikuti skema ini selama mereka menyetujui seluruh syarat dalam penyelesaian House v. NCAA. Beberapa konferensi besar seperti Big Ten, SEC, dan Big 12 sudah menyatakan kesiapan mereka untuk membayar penuh sekitar $20 juta per musim. Sementara itu, American Athletic Conference (AAC) akan mulai dengan $10 juta yang dibagi selama tiga tahun.

Sekolah-sekolah kecil seperti Sacramento State juga menunjukkan niat untuk ikut dalam sistem ini. Namun, banyak sekolah lain, terutama dari FBS level menengah dan bawah, mungkin akan memilih untuk tidak ikut karena beban finansial yang besar.

Masa Depan Kolektif dan Kontrak yang Mengikat

Keberadaan kolektif yang dulu menjadi tulang punggung pendanaan NIL kini memasuki masa transisi. Beberapa sekolah mungkin akan membubarkan kolektif dan mengambil alih semua manajemen pembayaran secara langsung. Sementara lainnya masih akan menggunakan kolektif sebagai alat pendukung, terutama untuk urusan edukasi finansial dan koneksi endorsement.

Namun muncul pertanyaan besar: apakah kontrak revenue sharing bersifat mengikat? Beberapa kasus transfer terbaru seperti Madden Iamaleava (Arkansas ke UCLA) dan Xavier Lucas (Wisconsin ke Miami) menunjukkan bahwa sekolah mulai mencoba menegakkan klausul buyout dalam kontrak. Hal ini menunjukkan bahwa sistem hukum akan terus menjadi medan penting untuk menyelesaikan perselisihan antara atlet dan institusi.

Penutup: Perubahan Ini Baru Awal

Penerapan sistem ini jelas membawa angin segar sekaligus tantangan besar bagi dunia olahraga kampus. Meski banyak yang melihat ini sebagai bentuk keadilan finansial bagi para atlet yang selama ini menjadi wajah dan penggerak industri, masih ada banyak lubang hukum dan teknis yang harus ditambal.

Outsidethearc.com akan terus memantau bagaimana pelaksanaan kebijakan ini berlangsung dalam beberapa bulan ke depan. Apakah sistem ini akan memperkecil ketimpangan antar sekolah atau justru menciptakan jurang baru? Yang jelas, dunia olahraga perguruan tinggi tak akan pernah sama lagi setelah 1 Juli ini.